Rabu, 12 Desember 2012

Unsoed Nekat Tarik UKT Ringan diawal, Mencekik diakhir

Penangguhan pelaksanaan kebijakan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) membuat beberapa PTN bernafas lega dan beberapa lainnya kerepotan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh dalam berbagai media online mengakui jika kebijakan instan tersebut belum dapat terlaksana karena sosialisasi belum selesai dilakukan dan persiapan yang belum matang. Alhasil UKT ditangguhkan hingga tahun 2013.
Penundaan secara mendadak ini membuat jajaran rektoran Universitas Jenderal Soedirman kerepotan. Hal ini disampaikan oleh Pembantu Rektor II, Eko Haryanto, saat Audiensi UKT di Gedung Rektorat Lantai II Jumat (15/6) lalu. Dalam audiensi Eko menyatakan pihaknya dan  pimpinan universitas baru mulai menyusun draft UKT Unsoed di awal bulan Mei – Juni. “Ditangguhkan bukan berarti tidak boleh.  Hukumnya sunah,” tegasnya ketika dipertanyakan kenekatan Unsoed menerapkan UKT tahun ini.
Diakui oleh PR II, sistem UKT bukan tanpa resiko. Pemasukan dana pada tahun pertama, penerimaan universitas dengan UKT akan jauh menurun dibanding BFP. Sebab komponen pembayaran terbesar yaitu BFP yang mulanya terkumpul di awal, menjadi rata dibayar selama 8 semester. PR II pun telah memprediksi Unsoed bisa defisit hingga 20 Milyar rupiah. “Kalo lebih kecil lagi. Gimana minusnya,” tandasnya.
Nekatnya lagi Unsoed telah menarik biaya UKT mahasiswa baru yang diterima melalui jalur SNMPTN udangan tanpa ada SK legitimasi UKT. Bahkan setelah forum audiensi, SK UKT yang dijanjikan masih belum bisa ditunjukkan oleh pihak rektorat. Beberapa mahasiswa yang berusaha mengakses data SK UKT langsung ke pihak rektorat mengaku dipersulit. Chang aktivis LPM Solidaritas menyangsikan  akan keberadaan SK yang telah dijanjikan. “Kita dilempar-lempar. Kalau dipersulit kayak gini, jangan-jangan SK nya gak ada“ ungkap chang sangsi.
Tidak heran jika sosialisasi Unsoed dengan penggunaan sistem biaya pendidikan yang baru ini masih sangat kurang. Hal ini disampaikan oleh Lutfi dalam audiensi yang juga melibatkan Pembantu Rektor I, II, III dan staf ahli PR II. Mahasiswa FKIK Jurusan Kedokteran Gigi ini mempertanyakan akses informasi UKT bagi mahasiswa dan masyarakat. “Unsoed seperti orang jualan kucing dalam karung,” tambah lutfi.
Hal yang sama dialami Ole mahasiswa Fakultas Pertanian yang mengaku kebingungan saat harus mengurus registrasi ulang saudaranya yang diterima SNMPTN udangan. Pasalnya Fakultas masih menggunakan leaflet lama yang mencantumkan biaya BFP dan SPP. Sedangkan pada registrasi on line tertera biaya UKT per semester. “Orang tua bingung menyiapkan dana untuk kuliah,” tegasnya.
Penerapan penarikan UKT pun janggal. Walaupun sudah dipatok UKT sebesar Rp 3 juta, tidak menutup kemungkinan mahasiswa membayar lebih atau bahkan kurang. “Di form on-line ditawarkan untuk membayar lebih tinggi atau lebih rendah jika tidak  mampu,” ungkap Kusja, S.Ip., Kasubag Pendidikan dan Evaluasi UNSOED.
Ketika diminta rincian besaran UKT per prodi, Kasubag Pendidikan dan Evaluasi menuturkan belum dapat dipublikasikan. Sebab masih menunggu SK Rektor terkait pemungutan UKT. Selain itu, dijelaskan akan ada perubahan besaran UKT.  “Masih ada kemungkinan juga berubah untuk jalur penerimaan UM Lokal,” tambahnya.
Belum tuntas dengan keberadaan SK legitimasi penarikan UKT, nominal yang ditawarkan dari sistem baru ini cukup membuat mahasiswa FKIK Jurusan Kedokteran Umum terbebani. Dina mahasiswa Kedokteran Umum angkatan 2008 mengaku jika nominal UKT Rp 15 juta tiap semester cukup besar. “Apalagi mengingat Rp 15 juta tersebut juga akan dibebankan pada maba jalur SNMPTN,” jelasnya.
Sama halnya dengan nominal UKT Fakultas Pertanian yang mencapai Rp 3 juta. Dengan dalih meringankan biaya di awal semester, jika dihitung kembali, pembayaran biaya kuliah dengan UKT justru mencekik di akhir. Bagaimana tidak, berdasarkan data Bagian Pendidikan dan Evaluasi tahun 2011, rata-rata masa studi  mahasiswa Unsoed 4,75 tahun, sementara di Fakultas Pertanian mencapai 4,93 tahun. Artinya rata-rata mahasiswa menempuh studi selama 10 semester. “Salahnya sendiri lebih, ya tetep mbayar (UKT_red),” ungkap PR II, Dr. Eko Hariyanto, M.Si. Ak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar